TPQ Raudlatul Athfal Pancor, Mengaji “di Bawah Langit”


Overload, Mengaji di Bawah Langit
Santrinya mencapai 415, bukan fiktif, sebagaimana TPQ yang sering terkucur bantuan.  Sebuah TPQ bersejarah yang berdiri karena jasa ulamaq kelahiran 1937, Almukarram, TGH. Muhayyang el-Abror.  Sangat meyakinkan, kemampuan anak bisa membaca al-Qur’an di tempat ini, sangat cepat, karena berkah keihlasan.  Namun sayang, diantara mereka ada yang mengaji dibawah langit.

Meski mereka ada yang belajar langsung tanpa hijab dengan langit, ada juga di berugak, karena aula utama plafonnya mau roboh. Tapi, usia 6 Tahun, santrinya sudah mampu membaca al-Qur'an.
Muh. Nurkhalis, ketika ditanya usianya, ia tidak tahu, tanggal lahirnya pun luput dicatat, hanya menerangkan jika ia masih taman Kanak kanak.“Kelas II di STK Aisyah,” katanya di sela-sela damainya suara teman-temannya yang membaca al-Qur’an.

Tetapi ketika disuruh baca al-Qur'an, dimana saat itu, Saya uji membaca surat al-Baqarah ayat 142, dengan lancar meski tajwidnya masih belum sempurna, ia membaca ayat itu sampai tuntas. Bisa dibayangkan, anak seusianya sudah sangat lancer membaca al-Qur’an.

Merenenginya,  saya sempat mau meneteskan air mata. karena mengingat tes baca al-Qur'an ketika mau memasuki Perguruan tinggi sekitar 5 tahun silam.

Betapa tidak, sudah mau masuk kuliah, banyak diantara teman-teman Saya yang belum mampu membaca pedoman hidup yakni Al-Quran.

Lain Muh. Nurkhalis, lain pula Irsyadi Syawaludin, siswa Kelas 1 SD, jangan ditanya lagi, bacaannya lebih lancar. Kalau yang kelas 1 SMP seperti Nur'Aini Wulandari dan M. Kurniawan, sudah bisa membimbing teman-temannya.

Santri TPQ Raudhhatul Athfal Pancor Shalat Berjamaah
Bacaannya pun fasih, ketika 1 ayat yang saya carikan sendiri yaitu di surat ad-Dzukhruf ayat 81 dan as-Shafah ayat 48, Alunan bacaan mereka diantara ratusan santri yang ada disana mengesankan rasa bangga, karena masih ada lembaga pendidikan yang tak mau mengurus izinnya, meski berada ditengah kota, karena alasan tak mau berniat mencari dana.

Belum lagi yang usia SMA, tapi agak canggung Saya tanyakan mereka, karena terlalu cantik rupanya menggunakan mukena๐Ÿ˜Ž๐Ÿ˜š. Serta, pasti sudah jelas mereka (SMA) jauh lebih lencar dan fasih, hanya saja saat itu, sekedar menyimak bacaan fasih plus tajwid.

TPQ Raudhatul Athfal Pancor, sebenarnya sudah sangat populer, karena sering dikunjungi terutama ketika musim-musim politik.

“Sering dikunjungi, laguk pas ne arak melene doang pade” kata Bisri Syamsuri, pengasuh TPQ yang enggan dipanggil Ustadz. Alumninya juga sudah banyak yang jadi pejabat, satu diantaranya pak Subagyo, (alm) mantan Kepala Bappeda, anaknya beliau juga Alhamdulillah ngaji disini” lanjut Staf BAZNAS Lotim itu.

Bisri Syamsuri, yang merupakan pengajar, pengasuh, sekaligus penerus perjuangan ulamaq kharismatik Lombok, TGH. Muhayyang El-Abror yang lahir tahun 1937 dan wafat pada 16 Juli 2006 ini, ketika ditanya lebih lanjut terkait kondisi TPQ “Raudltul Athfal” hari ini, mengatakan bahwa sampai saat ini TPQnya belum memiliki izin karena terbentur cinta kepada Ayah.

Menurutnya, mengurus izin, sama artinya mengharapkan suntikan dana dan ia paling sungkan memanfaatkan keberadaan warisan ayahnya untuk mencari dana.

“Kalau dana dari sumbangan ikhlas sih ndak apa-apa, karena ndek te semel mamfaatang warisan dengan toak jari kiyang te mete kepeng, alur wah jari tabungan akhirat,” ujar tokoh yang lebih senang dipanggil paman Bis ini.

Namun demikian, seiring tumbuhnya alumni yang mulai fokus melihat perkembangan al-mamaternya. Paman Bis, akhirnya luluh juga. Di dorong pula oleh keinginan untuk mengembangkan kemampuan generasi yang menurutnya harus dibekali dengan keterampilan membaca al-Qur’an.

Ini terkait juga dengan santrinya yang membludak sampai belajar di tempat yang tidak beratap atau langsung langit sebagai atapnya, karena banyaknya santri yang mencapai 415 lebih. Belum lagi plafonnya yang sudah terlihat mulai roboh. Maka, mau tidak mau, aturan pemerintah harus siap dijalankannya.
Saat Menyimak Santri TPQ Raudhatul Athfal Pancor

Maka, Bisri, Alumni, Santri dan Wali Santri serta masyarakat Dayan Masjid Pancor, berharap di masa mendatang hal tersebut bisa diatasi demi memberikan sesuatu yang layak untuk santrinya.  

Sebelumnya, Putra TGH. Muhayang El-Abror pernah bercerita bahwa ia pernah menyusul proposal ke Pemda Lombok Timur, sekitar sampai 5 kali. Tujuannya untuk mengingatkan Bupati yang dulunya sangat sering berkunjung.

Namun sayang, proposal pengajuan itu hasilnya hanya isapan jempol. Gonjang-ganjing public yang mengenal syistem, faktornya adalah kemunafikan oknum ajudan Bupati yang belum diketahui Bupati. “Mustahil Pak Ali Lupa’ Leq TPQ ine, laguk ajudane sombong, mun ndarak janji amplop mbene gemes badaq ye,” cetusnya.