Kemiskinan dalam pandangan Islam bukanlah sebuah azab maupun kutukan dari Allah SWT. Penyebabnya diantaranya karena pemahaman manusia dalam memperjuangkan distribusi rizeki dari yang maha Kaya. Sebagaimana yang tertuang dalam Surat Az-Zukhruf (43) Ayat 32.
Goenawan Wybisana mengatakan pemberdayaan tidak dapat dilepaskan dari persoalan kemiskinan. Pemberdayaan mempunyai filosofi dasar sebagai suatu cara mengubah masyarakat dari yang tidak mampu menjadi berdaya, baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya, lanjut Asisten Deputi Program Tekno-Ekonomi Iptek, Kementrian Riset Tehnologi dan Perguruan Tinggi ini disebuah artkel. Dalam hematnya, kemiskinan dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang.Ada dua persoalan kemiskinan yang dituliskannya, Pertama, kemiskinan secara ekonomi. Dalam hal ini, kemiskinan dapat dilihat dengan indikator minimnya pendapatan masyarakat (kekurangan modal), rendahnya tingkat pendidikan, kekurangan gizi, dan sebagainya, yang berpengaruh besar terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kedua, kemiskinan yang dipengaruhi pola tingkah laku dan sikap mental masyarakat.
Kemiskinan juga terjadi karena berbagai bentuk penyimpangan sosial, sikap pasrah (menerima apa adanya) sebelum berusaha, merasa kurang berharga, dan perilaku hidup boros, malas walau dalam hal ini, Greetz pernah menghibur bangsa ini, dikatakannya bahwa orang Jawa (maksudnya Indonesia) itu miskin bukan karena malas, tetapi justru malas karena dirundung kemiskinan yang berkepanjangan.
Kemiskinan dalam kamus pedoman seleksi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang diterbitkan Kementerian Sosial diartikan sebagai suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan fisik minimum dari seseorang. Istilah ini menyebut dua jenis kemiskinan yaitu kemiskinan kultural dan struktural. Penyebabnya serupa dengan pendapat Bung Goenawan yaitu kemalasan, tetapi dalam istilah Kemensos lebih lengkap diuraikan penyebabnya karena keterbatasan kepemilikan, ketiadaan sumber, keterbatasan akses dan kebijakan yang tidak sesuai.
Maka disinilah fungsinya pemberdayaan yang menuntun semua pihak untuk membangun sikap yang berpengaruh besar untuk meningkatkan kemampuan masyarakat mengadakan perubahan-perubahan dalam sebuah kelompok usaha dalam hal ini yang menjadi perhatian pemerintah melalui KUBE. Mengkajinya dalam sudut pandang Agama yang merupakan pondasi moral dalam suksesnya program diuraikan dalam dua bentuk. Pertama konsep Islam yang mengarah pada perkembangan sosial kemasyarakatan, dalam hal ini Bung Gunawan Wibysana mengatakan konsep agama yang dipahami umat Islam saat ini sangat individual, statis, tidak menampilkan jiwa dan ruh Islam itu sendiri.
Kedua, pemberdayaan adalah sebuah konsep transformasi sosial budaya. Oleh karenanya, yang kita butuhkan adalah strategi sosial budaya dalam rangka mewujudkan nilai-nilai masyarakat yang sesuai dengan konsep Agama. Kemiskinan dalam pandangan Islam bukanlah sebuah azab maupun kutukan dari Tuhan. Namun disebabkan pemahaman manusia yang salah terhadap distribusi pendapatan (rezeki) yang diberikan. Alquran telah menyinggung dalam Surat az-Zukhruf (43) Ayat 32. Perbedaan taraf hidup manusia adalah sebuah rahmat sekaligus bagi kelompok manusia yang lebih untuk saling membantu dengan kelompok yang kurang mampu. Pemahaman seperti inilah yang harus ditanamkan di kalangan umat Islam, sikap simpati dan empati terhadap sesama harus di pupuk sejak awal. Ini sejalan dengan firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 7, demikian dituliskan di Seputar Indonesia, 26 April 2009.
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa kemiskinan lebih banyak diakibatkan sikap dan perilaku umat yang salah dalam memahami ayat-ayat Allah SWT, khususnya pemahaman terhadap kepemilikan harta kekayaan. Dengan demikian, apa yang kemudian disebut dalam teori sosiologi sebagai kemiskinan absolute sebenarnya tidak perlu terjadi apabila umat Islam memahami secara benar dan menyeluruh (kaffah) ayat-ayat Allah SWT.
Humasristek menyebutkan Kemiskinan dalam Islam lebih banyak dilihat dari kacamata non-ekonomi seperti kemalasan, lemahnya daya juang, dan minimnya semangat kemandirian. Karena itu, dalam konsepi pemberdayaan, titik berat pemberdayaan bukan saja pada sektor ekonomi (peningkatan pendapatan, investasi, dan sebagainya), juga pada faktor nonekonomi. Rasulullah SAW telah memberikan suatu cara dalam menangani persoalan kemiskinan. Konsepsi pemberdayaan yang dicontohkan Rasulullah SAW mengandung pokok-pokok pikiran sangat maju, yang dititik beratkan pada upaya menghapuskan penyebab kemiskinan semata seperti halnya dengan memberikan bantuan-bantuan yang sifatnya sementara (temporer).
Demikian pula, di dalam mengatasi problematika tersebut, Rasulullah tidak hanya memberikan nasihat dan anjuran, tetapi beliau juga memeberi tuntutan berusaha agar rakyat biasa mampu mengatasi permasalahannya sendiri dengan apa yang dimilikinya, sesuai dengan keahliannya. Rasulullah SAW memberi tuntutan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dan menanamkan etika bahwa bekerja adalah sebuah nilai yang terpuji. Karena konsepsi pemberdayaan dalam Islam adalah bersifat menyeluruh (holistik) menyangkut berbagai aspek dan sendi-sendi dasar kehidupan. Rancangan model pemberdayaan yang harus dibangun pun harus mengacu pada hal-hal tersebut.